Sunday, September 27, 2009

Mengekspresikan Kesan via Lipatan

99,87 % warga Indonesia mempunyai gaya magnet pada mata dengan cermin. Cermin di sini biasa kita sebut sebagai kaca (walaupun secara fisikawi bidang yang memantulkan bayangan disebut cermin, sementara kaca itu yang biasa tembus pandang, contohnya kaca mobil). Hampir seluruh  warga Indonesia yang setidaknya mempunyai tempat tinggal permanen maupun portable PASTI dan PASTI akan melirik ke setiap cermin atau bidang yang memantulkan bayangan. Mereka ingin meyakinkan bahwa pada saat itu tampilan luar mereka sudah cukup oke untuk dieksibisi. Dan kegiatan ini biasa kita aliaskan sebagai "Ngaca". Tetapi tidak untuk 0,13 % warga Indonesia lainnya, karena mereka ini tidak menemui cermin atau bidang pantul bayangan lainnya di habitat mereka.

Bukan "Ngaca" yang akan dibahas di sini. Tapi kesadaran diri kita untuk tetap meng-oke kan penampilan luar kita saat berinteraksi dengan populasi. Sudah jelas, tidak ada satupun orang berakal di dunia ini yang tidak ingin penampilan luar mereka kompetitif. Bahkan hal ini bisa dibuktikan dari suatu peristiwa pemotretan yang dispesifikasikan di sini dalam konteks "Narsis". Biasanya hal ini terjadi pada kaum Hawa. Mereka ini biasanya yang paling banyak mempunyai hormon ingin-dipotret di manapun ada lensa kamera yang menghadapnya. Tetapi ketika mereka melihat hasil potretannya, maka 88 % wanita akan berbicara "Dih, jelek banget gue, delete delete", lalu merapihkan rambut mereka, dan meminta sang fotografer untuk memotret mereka di sudut dan posisi  yang sama, dengan tujuan untuk menghindari dis-cantik mereka yang tampak pada hasil foto. Itu lah salah satu contoh peristiwa bahwa setiap orang akan tidak terima jika satu momenpun penampilan luar mereka 'rendah'.

Bukan "Ngaca", dan bukan "Narsis" yang akan dilanjutkan bahasannya. Kembali lagi, yaitu kesadaran diri kita untuk tetap meng-oke kan penampilan luar kita saat berinteraksi dengan populasi. Sekarang gua akan mempersempit pembahasannya pada sebuah kegiatan bernama-depan "Ngobrol". Ambil saja contoh terdekat adalah diri kita. Begini kondisinya :

Suatu waktu kita sedang ikut dalam sebuah pembicaraan yang melibatkan lebih dari 2 orang, dimana posisi Anda dan orang-orang sedang berdiri. Lalu sang pembicara sedang berbicara. Maka jika prediksi asal ini tidak salah, yang Anda lakukan ketika pembicara tersebut berbicara, dan Anda sedang mendengarkannya, secara otodidak kedua lengan Anda akan membentuk sebuah lipatan di depan dada, karena Anda tidak tahan jika kedua tangan Anda hanya diam di bawah pada posisi normal (tampak buruk bagi Anda). Lipatan di depan dada ini biasanya akan menimbulkan kesan Saya-Serius-Mendengarkan. Lipatan itu dilakukan semata-mata agar Anda tidak terlihat jelek/aneh, karena bagi Anda sang pelaku, lipatan itu membuat Anda sangat oke dan cukup pede untuk mendengarkan pembicaraan sambil mengiklankan penampilan diri Anda

Sebenarnya tidak hanya pada saat pembicaraan saja lipatan ini dilakukan. Lipatan juga biasa dilakukan pada saat Anda menunggu sesuatu / diam di suatu posisi. Maka Anda akan menaikkan lengan Anda ke depan dada Anda dan kembali melipat kedua lengan Anda. Maka dengan niat untuk mengiklankan tampilan diri, lipatan tersebut akan menimbulkan kesan "Cool"

Dan mungkin masih banyak lipatan lipatan lainnya di waktu yang berbeda sehingga menimbulkan kesan kesan yang berbeda-beda pula. Dunia ini luas, otak manusia berkembang, bukan tidak mungkin akan ada lipatan yang mengekspresikan kesan Ya-Saya-Ingin-Berak.

Jika tidak setuju dengan paragraf-paragraf di atas, cukup sebut "Sok tau lo!" di tempat Anda membaca ini sekarang.

No comments: