Saturday, October 22, 2011

Sebuah Kelas Atau Stasiun Tugas

Ibarat pohon, apa yang diajarkan di Universitas Sekian hanya (bahkan langsung) bunganya saja, tapi daun, ranting, batang, apalagi akarnya sekedar dianggap sebagai teori sunah belaka.

Etimologi dari kata pada nama mata kuliah hanya  disuguhkan dengan 1 slide power point (bahkan 1 kalimat).

Proses asistensi dengan alternatif hanya diwajibkan via lisan, tidak ada budaya yang diajarkan untuk membiasakan mahasiswa dalam membuat alternatif.

Kelas hanya dijadikan sebagai stasiun tugas, dan 100 menit perkuliahan rasanya menjadi hambar karena mendadak asistensi dijadikan topik utama.

Sunday, August 28, 2011

Pengemis, Namanya Fenomena

Saya adalah penumpang berbagai macam kendaraan (penumpang, bukan pengendara), jika dikaji dari sudut bukan-kebahasaan bahwa penumpang yang kata dasarnya adalah tumpang sebenarnya adalah suatu kegiatan statis yang hening menunggu proses menuju tujuan, dengan bantuan dari pengendara tentu saja. Jelas sekali jika pengertian tersebut mengabarkan bahwa kegiatan menumpang adalah kegiatan yang penuh dengan kediaman, kekosongan, ke-tidak-aktif-an, dan memicu potensi bosan, derita, atau justru fusi dari keduanya.

Apakah hal tersebut harus dirasa sebagai kegiatan yang merugikan? Jelas, itu sangat merugikan. Untuk siapa? Tentu saja untuk orang orang yang tidak pernah menumpang. Tapi bagi mereka yang melakukan rutinitas tumpang, berarti mereka yang justru menjadi reseptor manfaat lebih dari si pengendara, apalagi dari mereka yang tidak berkendara atau bertumpang (hanya berdiam). Kodrat sebagai penumpang memang hanya diam, namun kodrat tersebut memberi banyak oleh-oleh yang akan dibawa oleh si penumpang, entah oleh-oleh itu mau dikonsumsi sendiri atau dibagi-bagi kepada khalayak umum dan non-umum.

Manusia lahir satu paket dengan pancaindranya. Pancaindra adalah teknologi yang lebih mutakhir dari kata teknologi itu sendiri. Teknologi tersebut adalah yang memberi kemampuan kepada kita, manusia, untuk melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan sumbangan. Menerima sumbangan, memberi sumbangan, membuat sumbangan, menggunakan kembali sumbangan, mengatur sumbangan, bahkan membuang sumbangan. Sumbangan tersebut adalah segala sesuatu yang berkaitan dan berada di sekitar diri manusia, yang nantinya akan berpengaruh terhadap segala sesuatu yang terjadi dengan manusia itu. Mata menerima sumbangan visual dan memberi sumbangan air mata juga belek, telinga menerima sumbangan audio dan mengatur sumbangan informasi keseimbangan, hidung menerima sumbangan aroma dan kadang membuang sumbangan padat juga cair, kulit menerima sumbangan rabaan juga rasaan lalu dan memberi sumbangan perlindungan juga keringat, dan mulut menerima sumbangan apapun (asal ukurannya muat) dan memberi sumbangan dari internal tubuh seperti muntah atau karbondioksida misalkan. Dan masih banyak sumbangan yang bisa dijabarkan lagi, coba jabarkan sendiri agar Anda sadar kekurangan dari penjabaran saya.

Sekarang mari hubungkan kegiatan statis yang disebut sebagai menumpang dengan penggunaan teknologi mutakhir yang dijabarkan tadi. Semua yang terjadi di depan, belakang, kanan, kiri, atas, bawah, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut, utara, timur laut (diiringi lagu hapalannya), dan dimanapun yang ada di sekitar diri si penumpang, adalah yang disebut sebagai fenomena jika dilihat dari software kamus besar bahasa Indonesia yang baru saya unduh beberapa bulan lalu. Fenomena tersebut terjadi tanpa kita minta, tapi segala fenomena itu bisa kita minta untuk dijadikan oleh-oleh. Tidak perlu izin untuk memintanya, tidak perlu harga mahal untuk memintanya, tidak ada orang yang harus diminta untuk memintanya, semua fenomena itu gratis disajikan untuk memberi sumbangan pada diri manusia, tentu saja dengan menggunakan teknologi mutakhir yang bernama pancaindra itu.

Namun kenyataannya yang terjadi di beberapa tahun (semoga belum menjadi puluhan apalagi ratusan) belakangan ini, banyak teknologi yang tidak cukup mutakhir menghalangi kelancaran kinerja teknologi mutakhir yang kita bawa dari lahir ini. Seperti teknologi yang memberi sumbangan audio pada teknologi lebih mutakhir bernama telinga, teknologi yang mendekatkan-yang-jauh-menjauhkan-yang-dekat dengan komunikasi-antar-buah nya yang memberi sumbangan komunikasi terhadap teknologi lebih mutakhir bernama mata dan jari. Untung saja belum ada teknologi yang menyajikan fitur scent-player (atau ada?). Akibat dari pemblokiran kinerja teknologi mutakhir bernama pancaindra tersebut akhirnya banyak fenomena gratis yang diabaikan, padahal fenomena terjadi sebegitu banyak dan seringnya dalam kegiatan menumpang. Terlebih sangat rugi bagi para penumpang yang tidak mengenal teknologi kurang mutakhir itu, tapi tetap mengabaikan fenomena, dengan kegiatan (yang mungkin) menyenangkan bernama bengong.

Pengabaian fenomena tersebut akhirnya menjadi budaya tidak-memperhatikan-fenomena yang akut menyerang para pengguna teknologi-kurang-mutakhir itu. Sehingga banyak dari kaum lokal muda yang kurang bahkan tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya, yang lebih mengenal dan peduli dengan interlokalnya daripada intralokalnya sendiri. Akhirnya fenomenalah yang menjadi pemohon dalam transaksi informasi gratis tersebut untuk dapat diresepsi oleh para reseptor muda, reseptor muda yang suka menumpang. Sehingga kegiatan statis tersebut akan seterusnya statis, tanpa fenomena, tanpa oleh-oleh.

Cuma untuk Anda, para penumpang pengabai fenomena, penyia-nyia pancaindra. Bukan untuk Anda para pengendara, karena Anda sangat berjasa dalam melahirkan profesi penumpang. Tapi untuk Anda, para penumpang pencuri fenomena, selamat, Anda kritis dan ceria!